Sabtu, Desember 28, 2019 0 Comments

Disorientasi Pendidikan Indonesia Tanggal 2 Mei 1889 adalah hari kelahiran RM. Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara, kita peringati sebagai “Hari Pendidikan”. Beliaulah yang meletakkan dasar-dasar pendidikan yang sangat bagus dan didukung oleh Pembukaan UUD 1945;negara bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, UUD 1945 pasal 31 ayat 3;pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, juga UU no.20 tahun 2003; tentang sistem Pendidikan nasional. Namun hingga saat kita belum memiliki sebuah konsep sistem pendidikan yang ideal. Ironisnya tahun ini kita memperingati hari pendidikan nasional dengan penuh rasa prihatin, mengapa? yang pertama kasus meninggalnya seorang guru karena dianiaya peserta didik dan kekerasan lainnya. Yang kedua, musibah UNBK, baik jenjang SMA/SMK maupun SMP mengalami kejadian yang sangat merugikan peserta didik, meskipun oleh menteri Pendidikan diakui sebagai sebuah kekurangan, dan inilah sebenarnya yang harus diusahakan pemerintah untuk menyusun sistem pendidikan nasional yang bisa mencerdaskan bangsa. Sistem Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana, dengan suasana pembelajaran yang kondusif, dan membentuk kekuatan yang dibutuhkan dalam hidupnya. Sebagai tokoh Ki Hajar Dewantara menyiapkan software dengan konsep Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Dalam hardware dicontohkan oleh KH Ahmad Dahlan dengan menyediakan perangkat pembelajaran yang lengkap mulai dari gedung hingga gurunya. Jika saja para pengambil kebijakan bisa mengambil kombinasi keduanya tidak mustahil polemic sistem pendidikan di negara sudah kelar berpuluh tahun lalu. Namun sayangnya para pengambil kebijakan yang berkompeten cenderung menggunakan takaran-takaran asing yang berorientasi pada profit. Sehingga segala kebijakan yang diambil selalu diperhitungkan dengan angka dan kalkulasi untung rugi. Semisal PISA (Programme for International Student Assesment) yang diberlakukan oleh OECD dimana program ini sendiri sebenarnya disangsikan oleh banyak ahli pendidikan di dunia. Yanto Musthofa dalam Artikelnya “Suara kecemasan Para Akademisi tentang Pendidikan” tidak kurang dari 80 guru besar bidang pendidikan perguruan tinggi seluruh dunia menolak model pelabelan dari PISA ini, mengapa? Dalam surat mereka tertanggal 6 Mei 2014 ada hal-hal fatal dari kebijakan OECD yang justru akan merusak system pendidikan itu sendiri, focus sempit OECD yang menggunakan label dan ranking ini justru akan menjadikan pembelajaran sebagai aktivitas yang membosankan dan membunuh kebahagian belajar peserta didik. Sistem ini merubah system penilaian di banyak negara yang sudah ada sebelumnya, kecenderungan untuk menaikkan ranking secara instan dan dengan segala cara, tidak terukurnya bidang lain seperti perkembangan fisik, moral, kesenian dan karakter, orientasi pendidikan hanya pada jenis pekerjaan dan ekonomi semata, konsep penilaian dengan model soal pilihan, bertentangan dengan konsep HOTS yang menjadi ciri PBM abad 21 yaitu berpikir kritis, kreatif, kolaboratif dan komunikatif Mendidik Bangsa untuk Mandiri Dari penjelasan di atas sebenarnya sudah kelihatan bahwa bangsa ini melalui para pengambil kebijakannya sudah mengalami disorientasi dalam menentukan arah pendidikan. Perlu dikaji lebih dalam disorientasi ini disebabkan oleh faktor apa saja, apakah latar belakang pendidikannya, pengalamannya, atau factor lainnya. Karena sebenarnya sudah jelas amanat undang-undang mengatakan untuk mencerdaskan bangsa yang sudah diberikan rambu-rambu oleh para pendiri bangsa ini, namun pada kenyataannya kita berkiblat pada ukuran-ukuran yang ditentukan oleh pihak asing dengan orientasi keuntungan. Sebagai seorang pengajar penulis berpikiran simple, bolehlah kita mengacu pada standar nilai yang ditentukan oleh dunia internasional tapi itu jangan dijadikan sebagai sebuah keharusan dengan mengorbankan anak-anak sebagi peserta didik menikmati dunianya. Kita ambil aspek-aspek yang perlu kita kembangkan untuk mengikuti perkembangan dunia pendidikan internasional yang ada, tetapi bukan kemudian kita telan mentah-mentah konsep tersebut, karena menjadi rahasia umum jika ganti pemimpin pasti akan terjadi pergantian kebijakan atau kurikulum. Ini menunjukkan ketidak konsistenan kita pada sumber dari segala sumber hukum negara ini. Negara kita yang terpampang dari Sabang sampai Merauke hendaklah memiliki kekhasan yang yang menjadi kriteria keberhasilan pendidikannya sendiri, dan jika hendak go internasional barulah akan terseleksi siapa yang pantas menuju ke sana. Sama seperti sesederhana kita main game ada level-level tertentu yang harus peserta didik lewati. Dan hasil pemetaan pada UNBK dan USBN yang saat ini sedang berlangsung, akan berbicara pada tahapan ini, kita kembalikan pendidikan pada tujuan awalnya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan manusia seutuhnya, memiliki pengetahuan, keterampilan, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian, mandiri dan bertanggung jawab terhadap bangsa. Dari tujuan ini bisa diturunkan dalam indikator-indikator yang sebenarnya cukup bagus untuk kemudian dibuatkan sebuah sistem yang terintegrasi dari jenjang SD sampai dengan perguruan tinggi. Dan saat ini kita sudah mulai dengan adanya system terintegrasi melalui dapodik, yang meskipun ada kekurangan setidaknya sudah ada usaha untuk menjadi lebih baik. Semoga dengan peringatan hari pendidikan tahun ini para Pejabat Negara bisa menemukan solusi terbaik untuk memperbaiki pendidikan yang ada saat ini dan menghasilkan generasi emas yang kita gadang-gadang selama ini.

0 komentar: